Batik Giriloyo: Jejak Warisan Budaya Yogyakarta yang Terjaga Hingga Hari Ini

Batik Giriloyo: Jejak Warisan Budaya Yogyakarta yang Terjaga Hingga Hari Ini
Batik tradisional Indonesia, baru-baru ini diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia karena keunikan yang dimilikinya. Batik bukan hanya kain yang indah untuk pakaian kita, melainkan juga merupakan proses panjang yang melambangkan nilai-nilai moral, harapan, dan pemikiran yang diwujudkan dalam sebuah karya masterpiece. Beberapa orang bahkan mengatakan bahwa batik adalah bentuk ekspresi doa kita kepada Tuhan.
Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta


Pada tahun 2014, Yogyakarta menjadi "World Batik City-Kota Batik Dunia" sebagai kategori yang ditentukan oleh UNESCO, mengingat bagaimana Yogyakarta menjaga Batik Tradisional sejak keberadaannya di Indonesia. Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat adalah agen utama keberadaan batik. Kebutuhan akan pakaian tradisional untuk setiap upacara resmi di Keraton adalah yang membuat produksi Batik Tradisional berjalan di dalam area Keraton.

Kebutuhan akan Batik Tradisional di dalam Keraton bergantung pada jenis upacara yang diadakan. Sebagai contoh, dalam Upacara Pernikahan, ada beberapa jenis Pola Batik Tradisional yang harus dipakai oleh pengantin pria, pengantin wanita, bahkan keluarga. Pengantin pria dan wanita harus memakai pola Sido Mukti dengan harapan Tuhan akan memberkati keluarga baru mereka dengan cinta, kebahagiaan, dan lainnya. Orang tua memakai pola Sido Mulyo dengan harapan Tuhan memberi mereka martabat lebih dalam hidup mereka dengan keluarga baru. Dan, kakek nenek memakai pola Sido Luhur, ini adalah harapan bahwa sebagai orang tertua di keluarga, kakek nenek harus menjadi yang paling bijaksana dan memberikan arahan kepada pasangan yang baru menikah dalam kehidupan pernikahan baru.

Adanya batik di Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat sebagian besar karena peran pengrajin batik yang menjadikan pelestarian batik sebagai pekerjaan utama mereka setiap hari. Tidak hanya melestarikannya, pengrajin batik juga mewariskan keterampilan mereka kepada keluarga. Dengan cara ini, batik tradisional bertahan di era modern ini. Lebih lanjut, kebutuhan akan Batik Tradisional pada abad ke-16 berkembang sehingga pengrajin batik di dalam Keraton tidak lagi dapat memenuhi permintaan karena permintaan lebih besar daripada kapasitas produksinya.
Makam Raja-Raja Imogiri
Makam Raja-Raja Imogiri


Di sisi lain, pada era ini, Sultan Agung sebagai HB Pertama memutuskan untuk membangun Pemakaman Kerajaan di Imogiri. Salah satu area paling timur daya Yogyakarta. Proyek ini dibangun di atas sebuah bukit bernama Bukit Merak. Lebih dari itu, kita percaya bahwa ini juga merupakan jenis rencana untuk mengembangkan area yang terpinggirkan dari Yogyakarta sendiri, karena seiring dengan pembangunan Pemakaman Kerajaan untuk Raja di Imogiri, pertumbuhan ekonomi untuk area terpinggirkan kecil ini berjalan lancar.

Menurut kisah abdi dalem (Pelayan Kerajaan), pembangunan Pemakaman Kerajaan membutuhkan ratusan orang untuk melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, pria dari desa sekitar Imogiri direkrut untuk menjadi pekerja dan bahkan ada yang menjadi abdi dalem. Ini membawa pada pekerjaan baru bagi orang-orang itu.
Prose membatik nglowongi
Prose membatik nglowongi


Giriloyo sebagai salah satu desa kecil di dekat lokasi konstruksi juga mendapat manfaat. Dengan pria menjadi pekerja dan abdi dalem Keraton, ekonomi sehari-hari Giriloyo tumbuh karena ada lebih banyak aliran uang. Lebih lanjut, dengan meningkatnya kebutuhan akan Batik Tradisional, pengrajin batik dari Keraton mengajari abdi dalem atau istrinya untuk membuatnya. Ini menjadi rutinitas harian para wanita Giriloyo untuk membuat Batik Tradisional untuk membantu memenuhi kebutuhannya di dalam Keraton. Inilah tempat di mana keterampilan tersebut menyebar di area terpinggirkan kecil Yogyakarta ini, yang disebut Desa Giriloyo.

Selanjutnya, keterampilan pembuatan Batik Tradisional diwariskan kepada keluarga. Ibu mengajari putrinya, putri mengajari putrinya, dan seterusnya hingga lebih dari ratusan tahun kemudian, masih bertahan dalam kehidupan sehari-hari orang-orang Giriloyo. Saat ini, lebih dari enam ratus wanita dari segala usia di Giriloyo membuat batik sebagai pekerjaan utama mereka. Dan bagian yang paling menarik adalah, mereka masih melestarikan ratusan Pola Batik Tradisional sejak dulu.

Kebutuhan akan batik dewasa ini tidak hanya untuk tujuan upacara, tetapi juga untuk pakaian formal sehari-hari yang dipakai oleh orang-orang. Hal ini menyebabkan inovasi dan peningkatan dari pengrajin batik terkait pola. Beberapa bahkan memproduksi pola yang dimodifikasi atau bahkan yang baru. Lahirnya pola baru di luar Pola Batik Tradisional memperkaya batik itu sendiri, tetapi juga memudarkan makna dan filosofi yang dalam dari Batik Tradisional. Menurut masalah ini, Yogyakarta benar-benar perlu melestarikan Batik Tradisional mereka yang diwarisi dari Keraton sejak ratusan tahun yang lalu, dan Desa Giriloyo adalah jawabannya.

Telah dikatakan, keunikan Desa Giriloyo dan dedikasi mereka untuk melestarikan Batik Tradisional Yogyakarta, mengarah pada pendirian Desa Giriloyo pada tahun 2009 sebagai Satu-satunya Desa Pariwisata Batik di dunia.
Blog Post Lainnya
Social Media
Hubungi Kami
0812-3770-4747
batikmadana22@gmail.com
Kampung Batik Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta 55782
-
@2025 batikgiriloyo Inc.